Dr. Cipto Mangunkusumo. Feodalisme yang beliau tentang sejak 1913 hingga kini masih subur di negeri ini. Otonomi daerah menyebabkan Kabupaten, provinsi di Indonesia menjadi kerajaan-kerajaan. Gubernur, para bupati menjadi raja-raja di daerah masing-masing. Mereka akan berjuang dengan menghalalkan segala cara agar kroni, keluarga, anak-anaknya mendapat tahta pimpinan daerah. Tidak sedikit bupati-bupati, pejabat-pejabat penting daerah adalah keluarga sang gubernur sendiri tanpa melihat kemampuan dan profesionalisme. Jual beli kursi jabatan bukan rahasia lagi. Jual beli suara dalam pilkada adalah biasa. Jual-beli tender proyek pembangunan adalah lumrah. Biasanya.... selalu dimenangkan para kroni-kroni sang raja. Yach...Perjuangan tokoh kita belum selesai. Agar kita bisa mewarisi spirit perjuangan beliau tentu kita perlu siapa Dr Cipto Mangunkusumo.
Dr. Cipto Mangunkusumo adalah satu dari tokoh tiga serangkai yang berjasa besar dalam dunia pendidikan di Indonesia sekaligus sebagai tokoh pergerakan nasional. Pergerakan Nasional diilhami dari poltik etis yang diterapkan Belanda meliputi bidang edukasi, irigasi dan migrasi pada masa gubernur Van Deventer. Dalam bidang edukasi pemerintah kolonial Belanda memberikan akses kepada warga pribumi untuk mengenyam pendidikan. Belanda mendirikan sekolah-sekolah seperti HIS, MULO, GBS dan STOVIA. Dampaknya di Hindia Belanda (Indonesia saat itu) muncullah golongan terpelajar seperti Dr Cipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara dan banyak lagi tokoh lainnya. Dr Tjipto Mangoenkoesoemo bersama Ernest Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara pada masa perjuangan mendirikan organisasi Indische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913 ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917.
Dr Tjipto Mangoenkoesoemo lahir di Pecagakan, Jepara, 1886. Menikah dengan keturunan Belanda Marie Vogel tahun 1920. Sebelum bergabung dalam Indiche Partij beliau berprofesi sebagai guru bahasa melayu di Ambarawa, menjadi kepala sekolah dan menjadi pembantu administrasi di Kota Semarang. Dr Tjipto Mangoenkoesoemo mengenyam pendidikan tinggi di STOVIA I(sekolah dokter yang didirikan Belanda). Selama masa kuliah ia terkenal dengan pribadi yang jujur, berpikiran tajam, kritis dan rajin. Sikap kritis beliau diwujudkan dalam berbagai pidato, opini dan tulisan-tulisannya.
Aktivitas, sepak terjang, opini dan perjuangan
- Beliau menulis di harian De Locomotief yang isinya kritikan dan tentangan kondisi masyarakat feodal yang diciptakan Belanda. Cipto sering mengkritik hubungan feodal maupun kolonial yang dianggapnya sebagai sumber penderitaan rakyat. Dalam sistem feodal terjadi kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Aktivitas, kemerdekaan berfikir dan gerak masyarakat menjadi sangat terbatas. Faktor keturunan lebih menentukan nasib seseorang daripada kemampuan dan profesionalisme seseorang. Seorang anak “biasa” akan tetap tinggal terbelakang dari anak bupati atau kaum ningrat lainnya.
- Cipto juga menentang diskriminasi RAS. Orang Eropa menerima gaji yang lebih tinggi dari orang pribumi pada pekerjaan yang sama. Diskriminasi membawa perbedaan dalam berbagai bidang misalnya, peradilan, perbedaan pajak, kewajiban kerja rodi dan kerja desa. Tidak semua jabatan negeri terbuka bagi bangsa Indonesia. Demikian juga dalam perdagangan, orang Indonesia tidak mendapat kesempatan berdagang secara besar-besaran. Kesempatan untuk sekolah di Eropa juga terbatas pada kaum priyayi.
- Tulisan-tulisannya di harian De Locomotief, menyebabkan Cipto sering mendapat peringatan keras dari pemerintah kolonial Belanda. Akhirnya Cipto keluar dari dinas pemerintah agar lebih bebas berpendapat.
- Selain dalam bentuk tulisan, Cipto juga sering melancarkan protes dengan tingkah lakunya. Misalnya larangan memasuki perkumpulan orang-orang Eropa bagi Orang Indonesia tidak digubrisnya. Dengan pakaian khas yakni kain batik dan jas lurik, ia masuk ke sebuah perkumpulan yang penuh dengan orang-orang Eropa. Cipto kemudian duduk dengan kaki dijulurkan sehingga menimbulkan kegaduhan. Ketika seorang penjaga mengusirnya Cipto memaki-maki sang penjaga dan orang di dekatnya dengan bahasa Belanda. Kewibawaan Cipto dan penggunaan bahasa Belandanya yang fasih membuat orang-orang Eropa kaget
- Cipto kemudian aktif dalam pergerakan Budi Utomo namun bersebarangan pendapat dengan Radjiman. Ia mempunyai pandangan Budi Utomo harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Budi Utomo harus memfasilitasi aspirasi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati dan pegawai tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Budi Utomo sebagai suatu gerakan kebudayaan yang bersifat Jawa yang bersifat moderat terhadap pemerintahan kolonial. Pandangan Cipto dianggap radikal. Gagasan-gagasan Cipto serta analisis yang tajam dengan jangkauan masa depan, belum mendapat tanggapan luas.
- Cipto akhirnya mengundurkan diri dari Budi Utomo yang dianggap tidak mewakili aspirasinya. Sepeninggal Cipto tidak ada lagi perdebatan dalam Budi Utomo akan tetapi Budi Utomo kehilangan kekuatan progesifnya.
- Cipto kemudian mendirikan Indiche Partij bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker. Organisasi ini bersifat politik, terbuka bagi semua orang dan progresif. Cipto juga kemudian menjadi anggota redaksi penerbitan harian de Expres dan majalah het Tijdschrijft di Bandung. Pada Bulan Nopember 1913 Indiche Partij melalui harian de Expres dan majalah het Tijdschrijft memboikot peringatan kemerdekaan Belanda dari penjajahan Prancis yang diadakan secara besar-besaran di Hindia Belanda. Peringatan tersebut dianggap sebagai penghinaan terhadap Hindia Belanda sebagai negara terjajah
- Tulisan Cipto dan Suwardi sangat memukul Pemerintah Hindia Belanda, pada 30 Juli 1913 Cipto dan Suwardi dipenjarakan, pada 18 Agustus 1913 keluar surat keputusan untuk membuang Cipto bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker ke Belanda karena kegiatan propaganda anti Belanda dalam Komite Bumi Putera. Selama masa pembuangan di Belanda, bersama Suwardi dan Douwes Dekker, Cipto tetap melancarkan aksi politiknya dengan melakukan propaganda politik berdasarkan ideologi Indische Partij. Mereka menerbitkan majalah De Indier yang berupaya menyadarkan masyarakat Belanda dan Indonesia yang berada di Belanda akan situasi di tanah jajahan. Majalah De Indier menerbitkan artikel yang menyerang kebijaksanaan Pemerintah Hindia Belanda
- Kehadiran tiga tokoh Indische Partij tersebut di Belanda membawa pengaruh terhadap organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda. Indische Vereeniging, yang pada mulanya hanyalah perkumpulan sosial mahasiswa Indonesia berubah visinya dengan Konsep “Hindia bebas dari Belanda”. Pengaruh mereka semakin terasa dengan diterbitkannya jurnal Indische Vereeniging yaitu Hindia Poetra pada 1916
- Tahun 1914 Cipto kembali ke Jawa dan bergabung dengan perkumpulan yang menggantikan Indische Partij (Indsulinde). Jumlah anggota Insulinde mencapai puncaknya pada Oktober 1919 yang mencapai 40.000 orang. Insulinde di bawah pengaruh kuat Cipto menjadi partai yang radikal di Hindia Belanda. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP)
- Pada tahun 1918 Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan Rakyat). Gubernur jenderal Van Limburg Stirum mengangkat beberapa tokoh radikal dengan maksud agar Volksraad dapat menampung berbagai aliran sehingga sifat demokratisnya dapat ditonjolkan. Cipto salah seorang yang dipilih Limburg Stirum. Cipto memanfaatkan Volksraad untuk menyatakan pemikiran dan kritik kepada pemerintah mengenai masalah sosial dan politik.
- Pada 25 Nopember 1919 Cipto berpidato di Volksraad, isinya mengemukakan persoalan tentang persekongkolan Sunan dan residen dalam menipu rakyat. Cipto menyatakan bahwa pinjaman 12 gulden dari sunan ternyata harus dibayar rakyat dengan bekerja sedemikian lama di perkebunan yang apabila dikonversi dalam uang ternyata menjadi 28 gulden
- Pemerintah Hindia Belanda menganggap Cipto sebagai orang yang sangat berbahaya dan membuang Cipto ke daerah Jawa, Madura, Aceh, Palembang, Jambi, dan Kalimantan Timur. Namun Ia tetap dianggap membahayakan pemerintah kolonial. Akhirnya Cipto dibuang dari daerah yang berbahasa Jawa tetapi masih di pulau Jawa, yaitu ke Bandung dan dilarang keluar kota Bandung. Selama tinggal di Bandung, Cipto kembali membuka praktek dokter.
- Di Bandung, Cipto bertemu Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI).
- Cipto kemudian dibuang ke Banda pada tahun 1928 akibat dituduh membantu pemberontakan kaum komunis. Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh. Beberapa kawan Cipto kemudian mengusulkan kepada pemerintah agar Cipto dibebaskan. Ketika Cipto diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih baik mati di Banda daripada melepaskan hak politiknya. Cipto kemudian dialihkan ke Makasar, dan pada tahun 1940 Cipto dipindahkan ke Sukabumi. Kekerasan hati Cipto untuk berpolitik dibawa sampai meninggal pada 8 Maret 1943. Ia wafat pada tahun 1943 dan dimakamkan di TMP Ambarawa
Di copy dari: disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar