.::Salam Hangat Satu Jiwa Untuk Semua::.

Rabu, 30 November 2011

Kondisi Geografis dan Sistem Pemerintahan



Kondisi Geografis Maroko

Lokasi :Afrika Utara, Berbatasan dengan laut Atlatik dan laut Mediterania diantara Aljazair dan Mouritania

Luas Wilayah :446.550 Km2

Daratan :446.300 Km2

Perairan :250 Km2

Garis Pantai :1.835 Km

Iklim :Mediterania, bagian selatan tengah Maroko Lebih ekstrim

Sumber Daya Alam :Fosfat, Biji besi, Mangan, Timah, Kapur, Garam, Ikan.

Bentuk Pemerintahan Maroko

Nama negara :Kingdom of Morocco

Nama resmi singkat :Morocco

Nama lokal :Al-Mamlakah Al-Maghribiah

Nama lokal singlkat :Al-Maghribi

Bentuk Pemeintahan :Monarki Konstitusional

Ibu kota :Rabat

Bahasa :Bahasa Arab dan Bahasa Prancis

Kemerdekaan :2 Maret 1956 (dari Prancis)

Hari nasional :kenaikan tahta raja (Mohammed V), 30 juli 1999

konstitusi :10 Maret 1972 diamandemen pada tanggal 4 September 1992 dan diamandeman lagi pada bulan september 1996 untuk membentuk parlemen dua kamar

Sitem hukum :Berdasarkan hukum islam, Prancis dan Spanyol. Judicial review atas UU dilakukan oleh dewan konstitusional mahkamah agung.

Sejarah Singkat Maroko

Penduduk asli Maroko adalah suku Berber. Penjajah pertama yang di kenal adalah bangsa Chartago 146 SM dan bangsa Phoenicians dari Timur Mediterania abad 12 SM. Maroko berada pada kerajaan Romawi pada abad 1 M. Islam masuk pada abad ke 685 M dan kerajaan Maroko pertama yang berdaulat berdiri pada tahun 788 M. Perpecahan bangsa Maroko terjadi pada abad 10 M yang menandai terjadinya kekacauan politik yang kemudian teratasi pada abad 11 M oleh dinasti Berber, Almoravid. Dinasti yang memperluas daerah kekuasaannya dimulai dari Spanyol hingga Senegal. Persatuan nasional maroko di warnai bangsa Berber islam yang turun-temurun.

Kekuasaan bangsa Eropa dimulai pada tahun 1415. ketika Portgal menjajah Ceuta yang diakhiri dengan kekalahan bangsa Portugis pada perang besar “Ksar el Kebir” pada tahun 1578. Pada abad ke 19 M dan awal abad 20 M potensi strategis-ekonomis Maroko kembali membaca kekuatan bangsa Eropa yaitu Prancis, Spanyol dan Jerman untuk bersaing menguasai Maroko. Akhirnya pada tahun 1912 Maroko menjadi wilayah protektorat Prancis dan sebagian kecil kekuasaannya dikuasai Spanyol. Pada tahun 1930 rasa nasionalisme mereka mulai bangkit dan berkembang semakin kuat setelah perang duni yang ke-II. Pada tahun 1956 Maroko mendapatkan kemerdekaan, yang kemudian dipimpin oleh seorang Sultan. Pada tahun 1957 Sultan tersebut diangakat menjadi seorang Raja yang bernama Mohammed V, yang kemudian digantikan putranya pada tahun 1961 bernama Hassan II. Pada awal kekuasaannya raja Hassan II menghadapi situasi nasiaonal yang diwarnai kekacauan, kudeta dan upaya pembunuhan. Hingga pada tahun 1978 raja Hassan II menemui puncak kejayaannya, ketika itu Spanyol melepaskan Sahara kedalam wilayah pengawasan Maroko-Mouritania.

Raja Hassan II meninggal pada tahun 1999, yang digantikan oleh putranya yang bernama Mohammed VI. Raja yang berpendidikan Barat ini cukup populer, berpandangan liberal-global dan banyak menaruh perhatian pada perbaikan sosial dan ekonomi. Serta mebuka demokrasi yang lebih luas pada kehidupan sosial dan Politik Maroko saat ini.

Selasa, 29 November 2011

Misteri Desa Glodok

Sebut saja aku Nia seorang gadis yang menduduki kelas satu sma 1 harapan. Dan ini adalah teman ku yang bernama Dino. Kami memiliki sebuah kesamaan, yaitu sama-sama hobi camping, berenang dan design. Kami menghabiskan banyak waktu bersama, ya bisa dibilang kami ini sudara kembar yang berbeda orang tua.

Hari itu kami sedang melakukan study banding di sebuah kota yang cukup jauh dari rumah kami, tepatnya di desa Glodok kecamatan Klotak. Sepanjang perjalan kami mulai merasakan suatu sentuhan yang tidak biasa. Ya... perasaan itu semakin tinggi ketika kami medekati tempat opservasi. Selang beberapa saat setelah seorang guru memberikan pengarahan dan kegiatan-kegiatan apa saja yang harus kami lakukan. Saya merasakan ada seorang yang sedang mengawasi kegiatan kami yang kebetulan di lindungi dengan awan hitam.

Kami manginap disebuah apertemen yang berdekatan dengan kuburan tua dan kelihatan angker. Tanpa banyak bertanya kepada penduduk sekitar, Dino mulai mendirikan tenda di sebuah taman yang tidak jauh dari apartemen tempat kami menginap. Dino lebih senang melakukan hobinya dari pada berkempul dengan yang lain.

Sambil membawa makanan, aku sempatkan bermain sejenak dengan dia, yang kebetulan lagi sibuk memotret pemandang kuburan tua yang kelihatan angker. “ hei... No makan bareng yukkk...” teriakku sambil menariknya yang sedang asyik memotret pohon tua. “ iya.... iya.... sebetar” sedikit sempoyongan Dino berjalan menuju makan yana ada di tenda.

“hei.... No ngapain kamu motret kuburun serem tau..” sambil menata bekal yang telah ku bawa. “gak ngapa-ngapain iseng aja....” dengan senyum dia menjawabnya.
“gimana tugas kita besok??? kamu udah siapin semua peralatannya???”
“hehehehehe.....”
“kok ketawa kamu No” sambil terheran dan bertanya kenapa dia ketawa
“belummm.... besok juga siap!!!” dengan penuh makan di mulut dia menjawab.

Kami mulai percakapan itu dengan makan makannan yang telah ku bawa, dan tanpa terasa adzan maghrib mulai berbisik di telingah ku.

“No anterin dong,,, saya takut nich klo pulang sendirian” sambil muka ketakutan saya menyeretnya.
“gak ah … males jalanya, itu keliatan apertemenya ...” jawab Dino
“ayolah... “ seraya merayu nya
“gak ah.... manja amaet sihhhh...”jawabnya dengan sedikit kesel
“ayo dong mau ya...ya...ya...”
“yaudah ayo buruan....” dengan muka yang kesil dia mengantarkan saya.

Sambil membawah kamera serta tempat makan saya dan Dino berjalan ke arah apertemen, cekrikkk.... itulah suara yang saya dengar ketika di jalan bersamanya. Hingga akhirnya Dino memutuskan untuk berhenti sejenak untuk memotret sebuah masjid yang yang berada di tempat tersebut. Bulu kudu yang berada di leher semakin merasakan aura khas yang tidak biasa. Sebuah pohon menarik perhatian ku.

“No..” tanya ku sambil sedikit ketakutan
“ya.....” dia masih sibuk memotret masjid itu
“pergi yuuk.... cepet... takut nichh..”
“ ya... bentar lagi ya...” jawabnya
“cepet....”
“iya … nicchhh udah kelaran”jawabnya.

Kami melanjutkan perjalanan menuju apertemen kami minginap, tanpa ku sadari kami telah tiba di apartemen.

“Nia.. aku balik ke tenda dulu ya..???” sambil memegang pundak ku”
“oh.. ya... makasih udah nganterin aku sampai apertemen. Jangan lupa peralatan buat besok” jawab ku
“iya... bye bye bye...”
“hati-hati dijalan....”kulambaikan tangan ku ke arahnya
“oke... selamat tidur ...” teriaknya sambil sedikit berlari.

Aku yang mulai melangkahkan kaki ku menuju ke kamar tidur mulai berfikir. “Kenapa perasaan ku tadi nggak enak ya???” sambil menggosok gigi aku bertanya-tanya di dalam hati. Malam itu aku tidur sendiri yang lain masih ber diskusi dengan kelompok meraka masing-masing sedangakan kelompok kami sedang jalan-jalan sekitar apertemen. Hingga tertidur pulas sampai-sampai temen sekamar ku susah untuk membangunkan ku.

Sedangkan Dino yang berada di taman sedang memulai kesibukannya, menyalakan api unggun serta menyiapkan peralatan yang akan kami bawa besok. Hingga salah satu diatara kelompok kami menemani Dino yang ketika itu sedang berada di dalam tenda.

“heii... No ngapain kamu sendirian disini???” sambil bersiap untuk tidur
“eh .. kamu Jo ….”
“biasa Jo iseng aja, udah sering tidur di apartemen jadi cari suasana baru “ jawabnya
“eh aku boleh tidur disini ya..???” tanya Jo
“you're welcome...” jawabnya sambil nyengir.

Jo adalah salah satu dari kelompok kami yang bisa dibilang cukup dekat dengan Dino, mereka mempunyai kesamaan yaitu sama-sama suka dengan kegiatan yang bersifat praktek. Dulu kami adalah sebuah teman sekelas di waktu SMP.

Mereka bercerita kenangan indah ketika SMP, hingga mereka mendengar suara seorang nenek minta tolong “tolong.... tolong....”. Mereka berdua sedikit merinding ketika mendengar suara tersebut, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk melihat keadaan disekitar taman tersebut,

“ayo No … cepet kita lihat suara suapa yang lagi minta tolong itu No..” sambil menarik kaosnya.
“bentar... bentar... kamera ku mana???”sambil mencari di tasnya.

Tanpa pikir panjang si Jo lari menuju apartemen dan melintasi pohon besar tempat kami berhenti sejenak tadi. “aduh si Dino mana lagi … lama banget”. Yang dia pikirkan adalah kami, dia takut kalau ada sesuaatu dengan kami. Desa Glodok ini memang kelihatan sepi karena tidsk banyak penduduk yang memiliki TV, listrik aja susah, jadi klo ada orang yang teriak jarak 2 Km masih kedengaran jelas.

Bulu-bulu yang di sekujur tubuhnya mulai menadakan ada sesuatu yang aneh di temapt itu. Tiba-tiba terdengar suara “Jo … Jo..” si Jo pun semakin merinding, tak lama kemudian Dino pun menyusul dengan lari dan berteriak “Jo tunggu …” teriaknya sambil nafas terengah-engah.

“Aduh lari kmu kok kenceng amat....”
“owh … tadi yang manggil kamu ??”sambil merasakan detak jantung si Jo pun bertanya
“hei... No ada yang aneh nggak dengan tempat ini???”tanyanya sambil merasakan aura yang aneh di tempat itu
“heem...”jawabnya
“kamu ngerasain apa??” si Jo bertanya sambil terheran-heran
“ada kamu...” jawabnya dengan mimik muka sedikit nyengir
“owh... ndasmu (“kepalamu” dalam bahasa jawa)”
“ayo cepet.... kita jalan” ajakan si Dino.

Mereka masih mendengar suara seorang nenek yang minta tolong, yang semakain jelas suaranya berasal dari apertemen kami. Suara nafas yang ngos-ngosan menjadi tanda klo mereka bener-bener berlari menuju arah apaertemen.

Sampainya disana ternyata bunyi itu, berasal dari kamar ku. Dan mereka segera mengambil sebuah pisau, yang meraka guanakan untuk melindungi diri mereka, tak lama kemudian si Jo datang dengan muaka kecapean membuka dan yang mereka lihat aku sedang berdiri di atas ranjang. Sambil berteriak “tolong-tolong …..” tak lama kemudian dia pingsan.

“heu cepet ambil air buat Nia” teriak si Dino

hingga akhirnya aku terbangun dari tidur sebentar ku, dan bertanya kepada ku “ ada apa Nia..???” sambil memberikan segelas air putih. “tolong …. di bawah kasur ada tikus...” sambil gregetan si Jo berteriak”owwhhh... asemmm...” “nggak tau apa orang semua pada ketakutan, kirain ada hantu atau penjahat.. ternyata, tikuss....”



Bersambung….......



By: Ahmad Lubaid

Senin, 07 November 2011

Baground's Soekarno


The son of a Javanese primary school teacher, an aristocrat named Raden Soekemi Sosrodihardjo and his Balinese wife from the Brahman caste named Ida Ayu Nyoman Rai from Buleleng regency, Sukarno was born at Jl. Pandean IV / 40 Surabaya, East Java in the Dutch East Indies (now Indonesia). Following Javanese custom, he was renamed after surviving a childhood illness. After graduating from a native primary school in 1912, he was sent to Europeesche Lagere School (Dutch-medium junior secondary school) in Mojokerto. When his father sent him to Surabaya in 1916 to attend a Hogere Burger School (Dutch-medium secondary school), he met Tjokroaminoto, a nationalist and founder of Sarekat Islam, the owner of the boarding house where he lived. In 1920, Sukarno married Tjokroaminoto's daughter Siti Oetari. In 1921 he began to study at the Technische Hogeschool (Technical Institute) in Bandung. He studied civil engineering and focused on architecture. In Bandung, Sukarno became romantically involved with Inggit Garnasih, the wife of Sanoesi, the boarding house owner where he lived as student. Inggit was 13 years older than Sukarno. On March 1923, Sukarno divorced Siti Oetari to marry Inggit (who also divorced her husband Sanoesi). And later on Soekarno also divorced Inggit and married Fatmawati.

Sukarno graduated with a degree in engineering on 25 May 1926. In July 1926, with his university friend Anwari, he established the architectural firm Soekarno & Anwari in Bandung, which provided planning and contractor services. Among Sukarno's architectural works are the renovated building of the Preanger Hotel (1929), where he acted as assistant to famous Dutch architect Charles Prosper Wolff Schoemaker. Sukarno also designed many private houses on today's Jalan Gatot Subroto, Jalan Palasari, and Jalan Dewi Sartika in Bandung. Later on, as president, Sukarno remained engaged in architecture, designing the Proclamation Monument and adjacent Gedung Pola in Jakarta, the Youth Monument (Tugu Muda) in Semarang, the Alun-alun Monument in Malang, the Heroes' Monument in Surabaya, and also the new city of Palangkaraya in Central Kalimantan.

Atypically, even among the colony's small educated elite, Sukarno was fluent in several languages. In addition to the Javanese language of his childhood, he was a master of Sundanese, Balinese and of Indonesian, and especially strong in Dutch. He was also quite comfortable in German, English, French, Arabic, and Japanese, all of which were taught at his HBS. He was helped by his photographic memory and precocious mind.

In his studies, Sukarno was "intensely modern," both in architecture and in politics. He despised both the traditional Javanese feudalism, which he considered as "backward" and was to blame for the fall of the country under Dutch colonialism, and the imperialism practiced by Western countries, which he termed as exploitation of humans by other humans and is responsible for the deep poverty and low levels of education of Indonesian people under the Dutch. To promote nationalistic pride amongst Indonesian people, Sukarno interpreted these ideas in his dress, in his urban planning for the capital (eventually Jakarta), and in his socialist politics, though he did not extend his taste for modern art to pop music; he had Koes Plus imprisoned for their allegedly decadent lyrics despite his reputation for womanising. For Sukarno, modernity was blind to race, neat and Western in style, and anti-imperialist.

Copied from: http://en.wikipedia.org/wiki/Soekarno

Name's of soekarno


The spelling "Sukarno" is frequently used in English as it is based on the newer official spelling in Indonesia since 1947 but the older spelling Soekarno, based on Dutch orthography, is still frequently used, mainly because he signed his name in the old spelling. Official Indonesian presidential decrees from the period 1947–1968, however, printed his name using the 1947 spelling. The Soekarno–Hatta International Airport which serves near Jakarta, the capital of Indonesia for example, still uses the older spelling.
Indonesians also remember him as Bung Karno or Pak Karno.Like many Javanese people, he had only one name; in religious contexts, he was occasionally referred to as "Achmed Sukarno".The name Soekarno means "Good Karna" in Javanese.


Copied from: http://en.wikipedia.org/wiki/Soekarno

Soekarno


Sukarno, born Kusno Sosrodihardjo (6 June 1901 – 21 June 1970) was the first President of Indonesia.
Sukarno was the leader of his country's struggle for independence from the Netherlands and was Indonesia's first President from 1945 to 1967. He was replaced by one of his generals, Suharto (see Transition to the New Order), and remained under house arrest until his death.

Copied from: http://en.wikipedia.org/wiki/Soekarno